ZMedia Purwodadi

APINDO, Banyak pabrik yang Cabut dari Karawang Karena UMK terlalu tinggi

Table of Contents


EKONOMI, - Asosiasi Pengusaha Indonesia atau APINDO mengklaim bahwa banyak perusahaan yang hengkang dari kawasan industri di Karawang, Jawa Barat. 

Penyebabnya adalah upah minimum kota (UMK) di daerah tersebut yang tinggi. Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan saat ini perusahaan yang tersisa di kawasan industri Karawang yakni bersifat padat modal. 

Sementara itu, perusahaan padat karya memilih untuk angkat kaki dan melakukan relokasi ke beberapa daerah di Jawa Tengah.Menurut Hariyadi, perusahaan padat karya hengkang dari Karawang karena tidak kuat untuk mengakomodasi UMK setempat yang terlampau tinggi. 

Untuk diketahui, UMK Karawang 2022 sebesar Rp4,79 juta per bulan bahkan lebih tinggi dari DKI Jakarta yakni Rp4,64 juta. "Upah minimum di Karawang itu tertinggi di Indonesia, sehingga perusahaan padat karya pasti tidak kuat di situ. Pasti relokasi ke daerah yang upah minimumnya lebih kompetitif," jelas Hariyadi. 


Apabila dibandingkan, UMK di Jawa Tengah pada 2022 tertinggi yakni Kota Semarang dengan besaran Rp2,8 juta per bulan. Oleh sebab itu, perusahaan dengan modal menengah hingga kecil dinilai tidak sanggup untuk menyesuaikan dengan ketetapan UMK terkini. 


Ke depan, Hariyadi mengatakan pemangku kebijakan harus berhati-hati dalam menentukan upah minimum dengan melihat dari berbagai parameter penentu kebijakan."Yang harusnya dilihat dari upah minimum harusnya adalah pemberi kerja yang sensitif terhadap pemberian upah. Jadi, begitu [upah minimum] naik tinggi [perusahaan] yang tidak mampu itu seharusnya jadi pertimbangan," kata Hariyadi.



Head of Center of Industry, Trade and Investment INDEF Andry Satrio Nugroho mengatakan transformasi ke proses produksi dengan teknologi tinggi (high-tech manufacture) yang belum banyak terjadi di Karawang turut memicu adanya tren relokasi perusahaan. 


Proses manufaktur yang sudah lebih maju mensyaratkan buruh yang sudah memiliki pengetahuan (knowledge) dan kemampuan (skill) yang sesuai. Sementara itu, jelas Andry, perusahaan yang masih berfokus pada traditional manufacturing membutuhkan banyak tenaga buruh dengan cost yang lebih murah. 


Konsekuensinya, dengan upah minimum buruh di Karawang yang meningkat tinggi, maka pabrik/perusahaan tersebut akan bergeser ke wilayah dengan upah minimum yang rendah."Traditional manufacturing butuh tenaga kerja yang besar dan murah jadi perusahaan-perusahaan tersebut tidak mau lagi berada di Karawang. 


Maka terjadi pergeseran ke wilayah Jawa Tengah yang biayanya dirasa masih cukup rendah," ujar Andry